Sabtu, 17 Mei 2008

Singkong dan Air Putih,

Pertanyaan : Bapak Pendeta yang terhormat. Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-murid memakan hosti yang tidak beragi serta minum anggur. Hosti sebagai lambang tubuh Yesus, sedangkan anggur lambang darah Yesus (Yohanes 6:51, Yohanes 6:53).Pertanyaan saya, apakah hosti dan anggur yang sudah ditetapkan oleh Yesus itu dapat kita ganti dengan makanan/minuman lain? Misalnya singkong dan air putih, atau kerupuk dengan sirup? Saya sendiri berpendapat, itu bukan Perjamuan Kudus seperti yang sudah ditetapkan Yesus. Saya ingin para pendeta/pengajar/gembala sidang dapat memberi pengajaran kepada jemaat berdasarkan kebenaran dari Firman Tuhan.John SihiteJl.Benda Timur XI Blok E 76/26 Pamulang Permai 2 Ciputat, Tangerang, BantenJawaban:Yang terkasih, Sdr. John Sihite.Pertanyaan Anda sangat menarik, karena menyentuh bagian yang penting dalam kehidupan umat Allah, yaitu Perjamuan Kudus. Untuk membahas hal ini kita perlu membagi dulu antara perjamuan itu sendiri dan benda-benda untuk perjamuan. Sakra-men Perjamuan Kudus itu sendiri merupakan keharusan yang memang diperintahkan Tuhan kepada gereja-Nya (Lukas 22:19-20). Perjamuan Kudus merupakan sikap iman yang harus dinyatakan, sebagai refleksi keterikatan kita dengan Yesus Kristus Tuhan, juruselamat, kehidupan sejati (Yohanes 14: 6). Saya yakin, untuk hal ini Anda pasti setuju, bukan?Sekarang, soal apakah benda-benda Perjamuan Kudus (roti dan anggur) boleh diganti dengan yang lainnya (singkong dan air putih, misalnya). Dalam konteks Alkitab, roti telah dikenal sejak jaman Perjanjian Lama (PL) sebagai makanan utama (Ulangan 8: 3, Amsal 6: 8), bagian dari ibadah (Keluaran 12: 8), roti sajian (Keluaran 25: 30), dan tentu saja simbol rohani (Yesus berkata, “Akulah roti hidup”). Demikian juga dengan anggur yang merupakan bagian yang familiar dalam kehidupan orang Yahudi. (Contoh, pesta perkawinan di Kana yang ketika itu kehabisan anggur. Dan Yesus menolong pasangan itu). Kebun anggur-Ku, menggambarkan umat Israel. Lalu, Yesus melambangkan anggur sebagai darah-Nya. Nah, semuanya (roti, anggur) memang punya makna tersendiri. Tetapi itu adalah simbol yang dipakai dalam konteks Yahudi. Bagaimana jika di sebuah desa terpencil di Indonesia misalnya tidak ada roti dan anggur, atau penduduknya tidak mengenal roti dan anggur? Apakah mereka tidak boleh menyelenggarakan Perjamuan Kudus? Bukankah berdasarkan situasi seperti ini dapat dibenarkan mengganti roti dan anggur? Tetapi sebaliknya, jika ada tersedia roti dan anggur, mengapa harus memakai yang lainnya? Jadi, dalam masalah ini bukan soal boleh atau tidak, melainkan kenyataan yang ada. Toh, roti yang dipakai umat juga ada perbedaan: ada yang memakai ragi (roti beragi), belum lagi bentuk dan ukurannya seperti apa?. Atau anggurnya: fregmentasi atau bukan, dan berapa banyak jumlah idealnya?. Jadi, sekali lagi, yang prinsip adalah Perjamuan Kudus harus dilakukan. Namun, jika tidak ada dan tidak mungkin mendapatkan roti dan anggur, jangan sampai hal itu menghalangi jemaat untuk menyelenggaran acara Perjamuan Kudus. Sebaliknya, jika ada tersedia anggur dan roti, mengapa harus menggantinya dengan atau oleh alasan apa pun, apalagi dengan alasan bahwa itu relatif? Rasul Paulus berkata, “Tidak semua yang boleh itu berguna” (I Korintus 10: 23-24). Selamat bertindak etis dan jangan sampai menjadi batu sandungan. Begitulah pendapat saya, rekan John. Senang bisa berdialog dengan Anda, walaupun baru bisa melalui REFORMATA. Syalom.*

Tidak ada komentar: